Kepemimpinan inklusif dan Kaitannya dengan Keberlanjutan

Share post
Suhendro Boroma dalam agenda conference session IDEAS 2023 di Belitung, Rabu (2/8/2023) (Cinematic Belitung/HUMAS INDONESIA)

Konsep DEI dan ESG tidak akan berjalan ideal tanpa kepemimpinan inklusif, model kepemimpinan  yang membuka ruang kolaborasi dengan semua pihak dan memastikan gagasan keberlanjutan yang diusung organisasi tereksekusi dengan baik.

JAKARTA, HUMASINDONESIA.ID – Aspek diversity, equity, inclusion (DEI) dan environmental, social, governance (ESG) adalah indikator yang digunakan oleh berbagai pihak untuk mengukur upaya organisasi dalam mewujudkan konsep pembangunan berkelanjutan.

Meskipun demikian, dalam organisasi, kedua gagasan tersebut akan sulit berjalan optimal jika tidak dipandu oleh “nakhoda” yang tepat. Ibarat pelabuhan, seorang nakhoda berjiwa inklusif diperlukan agar kapal berlabel “keberlanjutan” tersebut tertambat di tempat yang tepat.

Demikian kalimat pembuka yang disampaikan oleh Suhendro Boroma, Direktur Jawa Pos Group, selaku salah satu narasumber dalam agenda conference session, rangkaian kegiatan dari Indonesia DEI and ESG Awards (IDEAS) 2023 di Belitung, Rabu (2/8/2023).

Suhendro, begitu ia karib disapa, mengatakan, kepimpinan inklusif tidak hanya dibutuhkan oleh perusahaan, namun juga dalam banyak aspek, salah satunya pemerintahan. Sebab, pemimpin inklusif memiliki kemampuan untuk menciptakan situasi organisasi yang berkeadilan, terbuka, dan menghormati perbedaan.

Mengutip situs sdgs.un.org, ia melanjutkan, setidaknya ada enam ciri dari pemimpin inklusif. Antara lain, berkomitmen terhadap keberagaman serta memperlakukan semua orang secara adil dan hormat, berani mengakui kesalahan dan bersikap rendah hati, menyadari bias pribadi dan tidak mengukur kinerja seseorang berdasarkan kedekatan.

Pemimpin yang inklusif juga memiliki keingintahuan dan keterbukaan terhadap beragam ide dan sudut pandang, menghargai perbedaan budaya dan mencari kesempatan untuk belajar tentang budaya lain, dan terakhir, mau menjalin kolaborasi serta membangun kepercayaan agar semua orang merasa nyaman dan leluasa mengungkapkan gagasan. “Kepemimpinan inklusif mempunyai arti dan peran penting agar organisasi bisa tetap sustainable dalam praktiknya,” ujarnya, tegas.  

Oleh sebab itu, kata Wakil Ketua Umum Bidang Anggota dan Pendidikan Serikat Perusahaan Pers ini, kepemimpinan inklusif harus terus dikampanyekan. Sebab, meski konsep kepemimpinan tersebut sudah ada cukup lama, ia menilai masih banyak organisasi di Indonesia yang belum menerapkan model kepemimpinan tersebut. Kepemimpinan inklusif masih sebatas inisiatif pribadi, belum menjadi budaya perusahaan. “Konsep DEI dan ESG (saja) agaknya masih “balita”,” imbuhnya.

Suhendro meyakini, bahwa model kepemimpinan ini pada prosesnya akan mengoptimalkan konsep DEI dan ESG. Pada akhirnya, model kepemimpinan tersebut akan menjadi intangible asset atau aset tak berwujud yang akan memberikan keuntungan jangka panjang bagi korporasi swasta maupun pemerintahan. Ia pun mengajak seluruh pihak untuk aktif menerapkan serta menggelorakan praktik kepemimpinan inklusif. (SGS)

 


Share post

Tentang Penulis
Humas

Humas