
Door stop interview sebenarnya bisa menjadi peluang bagi humas atau juru bicara untuk menyampaikan pesan-pesan kunci perusahaan. Asalkan disertai dengan persiapan matang.
JAKARTA, HUMASINDONESIA.ID – Ada beberapa aspek yang harus diperhatikan pada saat humas atau juru bicara saat menghadapi door stop interview atau wawancara cegat pintu. Semua rumus itu diuraikan oleh Mey Cresentya Rahail, Trainer Public Speaking di Center for Public Relations, Outreach and Communication (CPROCOM) di hadapan peserta in-house training PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) di Jakarta, Rabu (24/5/2023).
Menurut Mey, yang hari itu membawakan materi tentang “Manajemen Public Speaking dan Doorstop Interview”, door stop interview sebenarnya bisa menjadi peluang bagi humas atau juru bicara untuk menyampaikan pesan-pesan kunci perusahaan. “Namun, ada baiknya kita mempersiapkan diri,” katanya.
Mey mengatakan, humas dan juru bicara sebaiknya menyisihkan 5-10 menit untuk door stop interview. “Pastikan humas atau juru bicara yang berhadapan dengan rekan-rekan media sudah dibekali dengan sejumlah persiapan,” ujarnya. Terutama, persiapan yang berkaitan dengan data. “Usahakan kita sudah mengetahui data-data yang akan disampaikan karena media mengutamakan fakta yang akurat meskipun wawancara dilakukan secara door stop,” imbuhnya.
Sebaiknya, pada saat melakukan door stop interview, minta wartawan untuk memperkenalkan diri untuk mengetahui nama medianya. Humas atau juru bicara yang berhadapan dengan para pewarta juga dituntut untuk mampu melakukan kontrol terhadap diri sendiri dan bersikap tenang. “Ingat, juru bicara itu mewakili organisasi, bukan atas nama pribadi,” katanya.
Hal yang Mesti Dihindari
Sementara itu, beberapa hal yang mesti dihindari saat door stop di antaranya, pertama, tidak ramah dan melakukan gestur yang terkesan negatif. Contoh, kelihatan tidak nyaman dengan selalu melihat ke arah jam tangan. Kedua, berbagi pendapat pribadi maupun memberi asumsi di luar dari keahlian.
Ketiga, menyampaikan informasi berupa angka, tapi tidak benar-benar mengingatnya. Kondisi ini memungkinkan tersebarnya informasi yang salah ke publik. Keempat, mengatakan off the record atau no comment untuk isu tertentu. Kelima, kehilangan kesabaran ketika merasa terintimidasi. “Juru bicara bertanggung jawab terhadap citra organisasi,” tutup Mey. (AZA)
